Spri-tai-litas: Memahami Prinsip Ikhlas dari feses manusia


            Sebenarnya pagi ini mood memey masih sama berantakannya seperti kemarin. Proposal tidak tersentuh, tanggungan toko menumpuk, gak pegang uang banyak, dan masalah-masalah lain yang bikin gak minat ngapa-ngapain. Kemungkinan efek gak move on lebih mendominasi, bisa jadi.

            03.57, Memutuskan buka podcase Fellexandro Ruby karna males baca buku, akhirnya ketemu pembahasan ‘Spri-tai-litas’. Hah? Gak salah nulis? Gak kok emang insight point yang diambil memey itu. Spritailitas diambil dari penggalan ‘Sikat Gigi’ dalam buku Filosofi Kopi. Jadi, analogi ini digambarkan oleh penulis sebagai proses manusiawi yang dialami manusia setiap hari, dan dari proses itu diambilah pembelajaran kehidupan untuk merilekskan hidup yag chaos. Yuk kita bahas.

Pernah gak kita mikir tentang seberapa banyak pembelajaran yang bisa kita ambil dari hal-hal yang terkesan biasa? Sesuatu yang mungkin sering kita anggap sepele, bahkan tidak layak untuk dipikirkan terlalu dalam—seperti proses pembuangan feses. Mungkin kedengarannya aneh dan memalukan, tapi ada lho buku yang mengajak kita untuk merenungkan makna mendalam di balik proses alami tubuh ini. Cerita ini dari Dee Lestari, seorang penulis yang berhasil membingkai kehidupan dengan cara yang penuh filosofi. Sekedar informasi yang gak tahu Dee Lestari, itu lho Penulis Buku Perahu Kertas dan Supernova.

Pelepasan Sebagai Proses Alami

Sebagai pemilik tubuh, Kita semua tahu bahwa tubuh kita memiliki cara untuk memproses makanan dan membuang sisa yang tidak terpakai. Namun, dalam cerita ini, Dee menyoroti bahwa proses itu adalah hal yang sangat alami, seperti layaknya kehidupan itu sendiri. Ada waktu di mana kita harus melepaskan sesuatu, baik itu benda, hubungan, atau bahkan perasaan. Jika kita menahan segala sesuatu yang sudah tidak bermanfaat, kita akan merasa penuh dan sesak. Begitu pula dalam hidup: kita tidak bisa terus menahan beban yang sudah tidak lagi memberi manfaat bagi kita.

Setelah memahaminya coba pikirkan tentang tubuh kita yang dengan sendirinya memisahkan yang bermanfaat dan yang tidak. Ketika feses sudah tidak memiliki nilai gizi bagi tubuh, tubuh secara alami mengeluarkannya. Begitu juga dalam kehidupan: kita harus siap melepaskan hal-hal yang sudah tidak lagi relevan dengan perjalanan kita. Keikhlasan dalam hal ini bukan berarti mengabaikan, tetapi menerima bahwa ada masanya untuk segala sesuatu.

Sebuah benda, materi, manusia, perasaan, hubungan bahkan pada hal-hal yang turut ikut serta namun dipersimpangan menemui jalan untuk masing-masing, kita harus menerimanya sebagai bagian dari proses. Seperti saat kita berpisah dengan yang terkasih karna bukan takdir, terima perpisahaan itu bersamaan dengan perasaan masih saling tetapi harus luruh dalam kehidupan masing-masing.

Ikhlas: Tidak Memaksa, Menerima

Hal yang paling memey interes dalam cerita di podcase ini adalah bagaimana Dee menggambarkan prinsip keikhlasan. Ia mengajarkan bahwa dalam kehidupan, kita tidak bisa memaksakan segala sesuatu untuk tetap bertahan. Sama halnya dengan proses pembuangan feses yang tidak bisa ditahan lebih lama dari waktunya. Bila kita memaksa menahan, tubuh kita akan merasa tidak nyaman. Bayangkan saja, tadi malam kita rujakan paginya diare, tapi harus ditahan karna malas ke kamar mandi. Bagi tubuh, khususnya perut kondisi ini merupakan cerita yang membuat jera, hal yang sama dapat terjadi pada kita ketika memaksa diri untuk membersamai hal yang menyakitkan endingnya bahkan sakit-sakit lain yang datang. Padahal bukan sedang Agustusan, tapi lagak sudah kayak batman sedia jadi penerang dalam kegelapan.

Keikhlasan bukanlah tentang pengabaian atau menyerah begitu saja, tetapi tentang memahami bahwa segala sesuatu ada masanya. Ada hal-hal yang harus kita simpan, dan ada hal-hal yang harus kita buang, karena memang sudah tidak lagi berguna. Ketika kita menerima kenyataan ini, kita akan merasa lebih ringan dan lebih siap menjalani hidup dengan lebih lapang dada, sehingga kita turut memenuhi hak-hak kita sendiri untuk memberi ruang bagi hal-hal baru.

Memey ingat dari podcase itu dapat di sampaikan seperti ini “Tidak ada yang menandingi Prinsip ikhlas sebagaimana keluarnya feses, kita melepaskannya, tidak menangisinya, tidak berharap feses itu kembali bahkan gak mau ketemu lagi. Udah gitu aja”. It’s beautifull philosophy that we have, Selamat bercengkrama dengan Tai masing-masing.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Essay Ke PMII-an

Strategi Pengembangan Kader- Artikel PKL-I PMII Sampang

Tipe tipe orang bertanya